Rabu, 30 Juni 2010

YANG MULIA ANANDA THERA

Yang Mulia Ananda adalah putra dari Raja Sukodana, adik dari Raja Sudhodana. Beliau bisa dikatakan adik dari Sang Buddha (putra dari paman Sang Buddha).

Beliau ditahbiskan menjadi Bhikkhu pada hari yang bersamaan dengan penahbisan pangeran-pangeran lainnya. Mendengar khotbah daripada Yang Mulia Punna Mantani, Beliau mencapai tingkat kesucian pertama, yaitu Sotapanna. Selama 20 tahun masa vassa Sang Buddha, ada beberapa Bhikkhu yang bergantian secara teratur melayani Sang Buddha, tetapi masih saja ada beberapa pelayanan yang kurang sempurna.

Sang Buddha mengalami penderitaan fisik karena beberapa kali ditinggal sendirian. Kemudian, beliau meminta para Bhikkhu untuk menunjuk seorang Bhikkhu, yang akan bertanggung jawab secara teratur untuk melayani dan memperhatikan Sang Buddha. Semua Bhikkhu membuat kesepakatan untuk menunjuk Yang Mulia Ananda sebagai pelayan tetap Sang Buddha karena beliau seorang yang cerdas, rajin, sabar, bijaksana dan juga sepupu Sang Buddha, yang mengerti Sang Buddha dengan baik.

Beliau adalah juga seorang pelayan Sang Buddha yang setia, dan meskipun harus menyerahkan hidup untuk Sang Buddha. Sebagai contoh atas kejadian ketika Devadatta menghasut Raja Ajatasattu melepas Gajah Nalagiri untuk membunuh Sang Buddha yang sedang jalan berpindapatta di Rajagaha. Ketika Gajah Nalagiri lari menghampiri Sang Buddha, Yang Mulia Ananda, pelayan yang setia dan yang paling berbakti, yang mengabdikan hidupnya untuk penghormatan pada Sang Buddha, langsung berdiri menghadang gajah tersebut. Beliau bertekad mati untuk menggantikan Sang Buddha. Tetapi Sang Buddha memancarkan kekuatan cinta kasih pada sang gajah. Melalui kekuatan cinta kasihnya, Sang Buddha membuat gajah tersebut menjadi tenang. Gajah tersebut dengan sendirinya bersujud di kaki Sang Buddha dan bangun, lalu dengan tenang berjalan pulang ke kandang.
Yang Mulia Ananda seorang yang terpelajar, dengan kecerdasan sangat menonjol, beliau dapat memberikan khotbah tingkat tinggi. Sang Buddha memuji beliau sebagai Bhikkhu yang paling utama, sempurna dalam lima kemampuan: semangat, kesadaran, pandai/cerdik, pikiran yang berkembang maju terus ke depan, dan pelayan Sang Buddha.

Setelah Sang Buddha memasuki parinibbana, dewan tertinggi menunjuk Yang Mulia Ananda sebagai penjawab mengenai pertanyaan-pertanyaan tentang Sutta dan Abhidhamma.

Karena Yang Mulia Ananda belum mencapai tingkat kesucian Arahat, maka dengan usaha keras beliau berlatih meditasi, tetapi beliau tidak berhasil. Karena sangat letih, beliau memutuskan untuk beristirahat sebentar dengan berbaring di atas tempat tidurnya. Baru saja kakinya diangkat ke atas tempat tidur, kepala menyentuh bantal, beliau mencapai tingkat kesucian Arahat dalam empat posisi: berdiri, berjalan, duduk, berbaring. Beliau mencapai Arahat dengan cara yang luar biasa dibandingkan dengan Arahat-Arahat yang lain.

Yang Mulia Ananda hidup hingga usia 120 tahun. Setelah memutuskan untuk parinibbana, beliau mengundang sanak keluarga Sakya dan Kolita untuk berkumpul di tepi Sungai Rohini, yang membatasi sepanjang Kota Kabindapada dan Devadaha. Sebelum memasuki parinibbana, beliau terbang di angkasa, membabarkan Dhamma kepada para Deva, di antara para sanak keluarga dan para manusia. Pada akhir khotbah, beliau wafat di angkasa tepat di atas Sungai Rohini. Unsur api membakar tubuh beliau dan menyisakan tulang. Tulang pecah menjadi dua bagian di atas dua sisi Sungai Rohini seperti yang beliau cita-citakan sebelumnya. Beliau pengikut Sang Buddha yang mencapai tingkat kesucian Arahat dengan cara yang luar biasa dan mencapai parinibbana lebih cepat daripada pengikut lainnya.


Dikutip dari E-Mail dari Y.M. Bhante Padipadharo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar